Sabtu, 28 Oktober 2017

Sejak Dulu Literasi Memainkan Peran Mendasar untuk Masa Depan Bangsa Ungkap Duta Baca Indonesia

Sejak Dulu Literasi Memainkan Peran Mendasar untuk Masa Depan Bangsa Ungkap Duta Baca Indonesia
Momen Sumpah Pemuda yang berlangsung pada 28 Oktober 1928 adalah momentum mutlak persatuan nasional. Momen ini dikenal juga jadi konsensus terutama dalam perjalanan histori bangsa Indonesia. Saat itu pemuda Indonesia, dengan semua keterbatasan yang ada, memakai dengan cakap serta berkualitas tinggi kekuatan literasinya, mengulas beberapa langkah strategis untuk lepas dari kungkungan kolonialisme Belanda. 

Sekian di sampaikan Duta Baca Indonesia, Najwa Shihab dalam Puncak Peringatan Bulan Bahasa serta Sastra 2017 di Plaza Insan Berprestasi, Gedung Ki Hajar Dewantara, Kementerian Pendidikan serta Kebudayaan, Jakarta, Sabtu (28/10). “Sangat pas membahas masalah literasi di dalam perayaan Sumpah Pemuda, ” tutur Najwa. 

Refleksi yang ditulisnya sendiri berjudul “Sumpah Literasi Anak Muda” itu dibacakan dihadapan Menteri Pendidikan serta Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy bersama jajarannya, serta semua undangan yang ada. Najwa mengatakan, beberapa pemuda yang berkumpul dalam momen Sumpah Pemuda itu dapat memanfaatkan tiap-tiap serpihan info yang mereka dapatkan untuk membaca gerak histori dunia serta merumuskan beberapa langkah strategis untuk kebutuhan gerakan nasional. 

Menurut Najwa, perlawanan pada kolonialisme waktu itu begitu berlainan dengan perlawanan pahlawan Indonesia terlebih dulu yang memakai senjata. “Yang paling membedakan yaitu caranya. Kolonialisme tidak hanya cuma ditempatkan pada senjata, tetapi dengan beberapa cara moderen : organisasi, surat berita, sampai diskusi serta rapat-rapat akbar. Ini semuanya berlangsung karna pendidikan, ” katanya. 

Bekas pembawa acara satu program bincang-bincang ini menjelaskan, literasi selanjutnya memainkan peranan yang begitu mendasar dalam sistem dekolonisasi Belanda di tanah air. Waktu itu sedikit pemuda yang berani pilih untuk gabung pada organisasi gerakan. “Jadi mereka yaitu beberapa orang pilihan atau diambil oleh histori untuk ikut serta aktif membebaskan tanah airnya dari kolonialisme, ” katanya sekali lagi. 

Najwa menilainya, bukan sekedar melek literasi, beberapa pemuda waktu itu yaitu generasi yang jauh dari kata “cupet”. Dengan terbatasnya tehnologi saat itu mereka berjejaring dengan kolega-koleganya dari negara terjajah. Keduanya sharing info serta analisa lewat korespondensi lewat artikel, sekalian sharing solidaritas dengan ikut serta pada beragam jaringan internasional. Mereka tidak sempat membatasi pergaulan. Mereka mengerti, kolonialisme tidak identik dengan ras maupun suku. Perjuangan juga mesti dikerjakan dengan berjejaring dengan siapa saja yang ingin sharing solidaritas. 

“Ini yaitu pelajaran bernilai yang bisa kita ambillah dari momen Sumpah Pemuda. Mudah-mudahan hal semacam ini bisa memberikan inspirasi kita semuanya kalau literasi yaitu hal yang begitu perlu untuk masa depan bangsa. Pekerjaan kita dengan hari ini serta hari-hari ke depan yaitu meyakinkan kalau literasi pulalah yang juga akan menuntun bangsa ini menyambut masa depan yang tambah baik. Amin, Insha Allah! ” papar Najwa.

Sumber: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

0 komentar:

Posting Komentar