Semangat menempuh pendidikan masih terpatri dalam benak siswa SMK Caruban Nagari Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Begitu juga dengan tenaga pengajar, keterbatasan kondisi tidak menyurutkan niat mereka untuk tetap belajar.
Sekolah yang berpadu dengan pesantren ini di bawah yayasan Ki Gedeng Tapa Jumajan Jati fokus meningkatkan pendidikan kepada anak tidak mampu dan yatim. Dari semangat tersebut, pihak sekolah menggratiskan siswanya belajar dan tidak memungut biaya apapun kepada orang tua siswa.
"Memang sejak awal berdiri pihak yayasan menggratiskan siswa khusus yatim dan tidak mampu. Kami punya harapan besar ketika lulus nanti mereka siap bekerja dan berkualitas namun memiliki akhlak baik karena mereka kami didik bekerja dengan hati," kata Kepala SMK Caruban Nagari Azwar Anas, Rabu (2/5/2018).
SMK Caruban Nagari Cirebon ini hanya memiliki satu jurusan yakni Teknik Kendaraan Ringan (TKR). Dalam menempuh pendidikan di sekolah tersebut, siswa diwajibkan menjadi santri setempat.
Dia menyebutkan, secara keseluruhan, jumlah siswa pada tahun pelajaran 2017/2018 yakni 104 siswa. Mereka ditempa menjadi pribadi yang memiliki akhlak baik
.
"Ada empat santri tapi tidak sekolah karena mereka sudah putus sekolah sejak SD. Kalau mereka putus sekolah sejak SMP bisa kami usahakan untuk lanjut ke SMK," kata dia.
Kehidupan di sekolah ini berjalan mengalir apa adanya. Para santri dilatih mandiri dengan cara membuat jadwal hingga cuci baju sendiri.
Dia mengaku, sering mendapati siswa yang mampu memutuskan bersekolah di SMK Caruban Nagari Cirebon. Namun tak lama kemudian siswa tersebut mengundurkan diri.
"Alasan orang tua siswa ingin anak punya ilmu agama kebetulan hanya punya relasi di sekolah ini. Saya juga sempat tanya alasan sekolah disini jawabanya ingin merasakan sekolah di tempat anak-anaknya kurang mampu. Tapi hanya tiga bulan, anak tersebut tidak tahan dan mengatakan akan datang lagi kalau sudah sukses dan akan jadi dermawan," aku Azwar.
Bebas Seragam Sekolah
Azwar mengatakan, selain menggratiskan pendidikan, SMK Caruban Nagari juga membebaskan siswa mengenakan seragam saat belajar. Dia mengatakan, sekolah tidak mewajibkan siswa untuk memakai seragam sesuai standar.
"Beberapa tahun sebelumnya kami malah tidak mempermasalahkan siswa sekolah pakai sarung tapi karena terbentur aturan formal akhirnya kami imbau tidak lagi pakai sarung," ujar dia.
Dia mengatakan, kebijakan tidak memaksa siswa mengenakan seragam sesuai standar lantaran melihat kondisi keuangan orang tua siswa. warna warni seragam sekolah di SMK Caruban Nagari tersebut terlihat ketika memasuki hari Kamis sampai Sabtu.
Dia menyebutkan, hari kami siswa diimbau memakai batik, namun batik yang dipakai tidak seragam. Sekolah membebaskan siswa mengenakan batik dengan corak hingga warna apapun.
"Yang penting kemeja berkerah kalau hari Senin sampai Selasa pakai seragam sekolah dan itu juga tidak dipaksa rabu putih abu-abu," kata dia.
Hari Senin sampai Selasa, sekolah menyarankan siswa mengenakan Pakaian Seragam Asal Sekolah (PSAS). Pakaian yang disediakan sekolah tersebut dibuat patungan antara yayasan dan pihak ketiga.
Orang tua siswa yang membeli seragam PSAS tidak dipaksakan untuk membayar lunas. Pihak sekolah memberi kelonggaran kepada orang tua siswa untuk mencicil pakaian tersebut.
"Yayasan juga mensubsidi dan itu tergantung kemampuan orang tua kalau sampai lulus hanya mampu mencicil Rp 100 ribu ya sisanya yayasan yang subsidi," kata dia.
0 komentar:
Posting Komentar