Rabu, 18 Januari 2017

Hal-Hal Nggak Enak yang Sering Dirasakan Anak SMK

Hal-Hal Nggak Enak yang Sering Dirasakan Anak SMK

Waku saya duduk di bangku SMK, label “anak tiri” telah mendarah daging banget deh buat saya dan rekan-rekan. Label itu sebenarnya tidak sempat segera didapatkan dari orang yang lain pada kami, sich. Sebutan “anak tiri” itu malah datang dari kami beberapa siswa/i SMK sendiri. Mengapa? Soalnya setiap saat kami nogkrong sama kawan lama atau keluarga, kening mereka akan segera bekerut heran ketika kami menjawab SMK yaitu pilihan untuk meneruskan pendidikan tingkat atas. Nyatanya, asumsi ini terus-terusan menghantui kami. Hingga, kami jadi merasa “anak tiri” dengan sendirinya. 

Berikut beberapa hal tidak enak yang sering dirasa oleh siswa/i SMK. Mungkin, tidak semua rasakan hal semacam ini dan merasa jadi “anak tiri”. Tapi tidak sedikit juga yang berasumsi hal semacam ini memang terjadi ketika mereka jadi siswa/i SMK. 

1. Sering disangka tidak lulus masuk SMA dambaan dan tidak mau kuliah 

Youthmanual 

Like it or not, anak SMK sering di pandang remeh. Ciyan, ya? Anak SMK jadi senantiasa di tanya, “Kenapa masuk SMK, sich? Tidak mau kuliah, ya? ” Dan yang paling menyakitkan, bila anak SMK sering disangka masuk SMK karena tidak lolos masuk SMA dambaan. SMK dipandang pacar pelarian, karena cintanya terlanjur tidak diterima SMA dambaan. 

Duh, siapa sich yang tidak mau kuliah? Anak muda yang perduli sama pendidikan tentu ingin meneruskan kuliah ke kampus. Problemnya, banyak siswa/i di Indonesia yang beberapa sangsi apakah mereka juga akan miliki biaya atau tidak untuk kuliah kelak. Karenanya, SMK jadi jalan keluar yang paling tepat. Soalnya, SMK memang menyiapkan lukusannya buat segera turun ke dunia kerja. 

Diluar itu, SMK dan SMA memiliki kurikulum yang jauh berlainan. Karena itu, memilih jadi pelajar SMK adalah hal yang dikerjakan dengan penuh kesadaran mulai sejak awal. Menurut Widdy Puspa, salah satu alumni SMK jurusan Sekretaris, Widdy dan nyaris semua rekan sekelasnya memilih SMK karena mereka memang tidak tertarik masuk SMA. 

" Untuk aku dan beberapa rekan yang sudah mengetahui ingin berkarir di bagian apa, SMK jadi pilihan karena telah terang kurikulum pembelajarannya. Memang, sich, peranan orangtua perlu banget untuk menolong kita ketahui apa yang juga akan kita tekuni ketika masuk SMK atau SMA. Jadi kita ketahui kalau memilih jurusan SMK sesuai ketertarikan itu perlu banget ". 

2. Tidak banyaknya waktu untuk gaul 

Kalian tentu telah tahu kalau mata pelajaran di SMK bukan hanya normatif dan adaptif, tapi lebih banyak mata pelajaran produktif atau praktik yang sangat kuras waktu. 

Karena mata pelajaran produktif ini banyak, automatis siswa/i SMK tidak miliki banyaknya waktu untuk nongkrong sepulang sekolah. Setiap praktik, siswa/i SMK harus merampungkannya hari itu juga. Karena mata pelajaran ini tidak dapat dibawa pulang dengan kata lain jadikan PR. Tidak mungkin, dong, anda sekali lagi manggang roti trus memangangnya dilanjutkan dirumah karena saatnya habis. We need to be at school until it’s done. 

Diluar itu, anak-anak organisasi yang ikuti OSIS atau ekskul yang lain, lebih banyak dianjurkan untuk buat acara sekolah yang berhubungan dengan kompetensi dengan kata lain jurusan yang berada di SMK. Misalnya, instead of buat acara musik, siswa/i SMK lebih di dukung untuk buat lomba peragaan baju atau merakit mesin. 

Youthmanual 

3. Susah masuk Perguruan Tinggi Negeri 

Viensa Andjani, seseorang alumni SMK jurusan Analis Kimia sempat coba menembus SNMPTN untuk masuk PTN idamannya. Sayangnya, quota penerimaan PTN untuk siswa/i SMK oleh kampus negeri kecil sekali. Hingga, walau nilai Viensa semasa SMK gemilang banget, ngga mudah baginya berkuliah ke PTN setelah lulus SMK. 

Bukan hanya Viensa, Youthmanual sempat membaca curhatan siswi SMK jurusan Perawat Kesehatan yang ingin kuliah Kedokteran di salah satu PTN. Tuturnya, jalur SNMPTN Kedokteran hanya ditujukan untuk anak SMA jurusan IPA. Turut jalur SBMPTN juga kecil peluangnya, karena beberapa masalah SBMPTN banyak di ambil dari materi evaluasi SMA. 

Walau sebenarnya, siswi SMK itu berniat ambil SMK jurusan jurusan Perawat Kesehatan agar dapat in line sama jurusan kuliah kedokteran yang ingin dia ambillah. Dasarnya, lulusan SMK kok seperti dipersulit untuk masuk PTN, ya? 

Bila telah seperti gini, apa yang dapat dikerjakan sama pemerintah untuk siswa/i SMK yang tertarik masuk SMK tapi tertarik untuk kuliah juga? #TanyaPakJokowi #LaluMintaSepeda 

4. Bingung ingin kerja setelah lulus SMK 

Walau intinya lulusan SMK disiapkan untuk segera bekerja, kenyataannya bekerja setelah lulus SMK tidak semudah membalikkan telor dadar diatas penggorengan, gaes. Rekan-rekan SMK yang sebenarnya miliki skills cukup, masih tetap terbentur problem ijasah pas-pasan. Kami sering dimaksud “cuma lulusan SMK’. Walau sebenarnya, harusnya industri siap buka tangan selebar-lebarnya untuk beberapa lulusan SMK. 

Hal semacam ini juga jadi kecemasan banyak pihak, lho. Pasalnya, pemerintah pemerintah juga mendorong pemerintah propinsi untuk menambah jumlah SMK dalam lima th. yang akan datang. Di DKI Jakarta saja, jumlah pelajar SMK telah tambah lebih banyak dari pada pelajar SMA. Bila program kemampuan SMK ingin dinaikkan 2 x lipat, beberapa dapat jumlah pelajar SMA hanya 1/2 dari anak SMK. 

Harusnya, bukanlah jumlahnya yang ditambah, tapi mutunya yang makin dimantapkan. Hingga, kurikulum SMK searah dengan keperluan dunia kerja dan tidak ada sekali lagi krisis yakin diri untuk beberapa lulusan SMK. Ya tidak, sob? 

0 komentar:

Posting Komentar