Kamis, 26 Januari 2017

SMK Bukan Sekolah Menengah Kuli

SMK jadi tahap pendidikan yang menyiapkan lulusannya bekerja sering diplesetkan jadi kuli (buruh). Sudah pasti ini tidak seutuhnya benar. Karna lulusan SMK tidak cuma dapat bekerja, tapi dapat berwiraswasta, atau bahkan juga meneruskan ke perguruan tinggi.

Problemnya, data di lapangan tunjukkan baru 10 % lulusan SMK yang meneruskan ke perguruan tinggi. Dengan jumlah 13. 400 SMK serta 4, 6 juta siswa, bermakna siswa yang meneruskan pendidikan cuma 460 ribu saja. Angka itu terang masih tetap kasar, bila diperinci jadi keterserapan lulusan SMK di PTN, angkanya tentu semakin lebih kecil.

Terdapat beberapa aspek yang mengakibatkan kenapa angka lulusan SMK yang meneruskan pendidikan, terutama ke PTN relatif kecil. Pertama, kurangnya info. Tagline SMK “siap kerja, santun, mandiri, serta kreatif” seringkali menjebak sekolah untuk memaknainya dalam artian tunggal : kalau lulusan SMK untuk bekerja, yang beda (termasuk juga kuliah) yaitu bonus. Pemaknaan ini pada akhirnya buat penyaluran lulusan ke industri lewat Bursa Kerja Spesial (BKK) dikerjakan serius. Sesaat untuk kuliah kurang memperoleh perhatian. Imbasnya banyak kesalahan yang dikerjakan pendaftar dari SMK.

Contoh kesalahan yang jamak berlangsung yaitu dalam penentuan jurusan. Lulusan SMK memanglah cuma diberi bagian ketrampilan yang khusus. Bila tidak relevan dengan jurusan yang di ambil waktu kuliah, di kuatirkan juga akan mengganggu sistem studi. Itu kenapa tidak semuanya jurusan di PTN ingin terima lulusan SMK, meskipun serumpun

Problemnya, hal semacam ini tidak dipertunjukkan di pangkalan data sekolah serta siswa (PDSS). Untuk mengeceknya dapat dengan berkunjung ke situs semasing PTN. Bila tidak diketemukan, dapatlah dengan menelusuri kisah sebaran siswa yang di terima di jurusan spesifik pada situs SNMPTN atau SBMPTN. Bila tak ada alumni jurusan spesifik dapat di pastikan kalau prodi itu memanglah tidak terima lulusan SMK dari jurusan itu. Ketelitian ini yang seringkali tidak dipahami bahkan juga oleh guru meskipun.

Aspek ke-2, mekanisme seleksi. Ada tiga jalur penerimaan di PTN, yaitu SNMPTN, SBMPTN serta Jalur Mandiri. Jalur SNMPTN mensyaratkan seleksi dari nilai raport serta capaian akademik beda. Sedang untuk SBMPTN serta jalur mandiri dari hasil tes seleksi.

Pada jalur SNMPTN, banyak isu yang menyebutkan kalau kesempatan lulusan SMK begitu kecil. Isu itu tidak seutuhnya benar, namun juga tidak salah. Pada intinya tak ada ketidaksamaan peluang untuk lulusan SMA atau SMK. Tetapi, karna satu diantara persyaratan penilaian di ambil dalam SNMPTN yaitu nilai mata pelajaran UN sepanjang semester 1-5, siswa SMA relatif diuntungkan. Dari enam mata pelajaran UN, siswa SMA mendapatka semuanya di semester 1-5. Namun untuk siswa SMK, terdapat banyak mata pelajaran yang cuma didapatkan hingga semester 4, misalnya Fisika serta Kimia di SMK Tehnik Otomotif. Ini yang mengakibatkan nilai siswa SMK turun. Pertimbangan setelah itu diantaranya indeks sekolah di mata PTN, prestasi alumni di PTN itu, aspek pemerataan daerah dan nilai UN. Seberapa besar proporsinya tergantung dari kebijakan PTN semasing, mengingat karakter SNMPTN memanglah relatif tertutup.

Untuk SBMPTN serta Ujian Mandiri, bebrapa sekali lagi pendaftar dari SMK mesti berjuang keras. SMK jurusan Tehnik Otomotif, umpamanya, cuma belajar Fisika serta Kimia minus Biologi, cuma di kelas X serta XI, dengan waktu tidak lebih dari dua jam per minggu. Bahkan juga untuk SMK Tehnik Informatika, walau keduanya sama dalam rumpun tehnik, bahkan juga cuma memperoleh materi Fisika saja. Walau sebenarnya saat hadapi SBMPTN grup Saintek, ke-3 mata pelajaran ini diujikan serta memegang pembagian yang cukup penting.

Nah, dengan beragam kendala diatas apakah baiknya lulusan SMK tak perlu meneruskan ke perguruan tinggi saja? Pasti tidak sekian.

Resiko

Tetapi, pilihan untuk bekerja terlebih dulu baru lalu kuliah kadang-kadang juga bukanlah pilihan yang pas. Sebenarnya, anak yang terlanjur bekerja juga akan hadapi tantangan yang tidak kalah berat. Bila ia mengambil keputusan kuliah sembari bekerja, problem paling utama terang pada pembagian saat. Yang ke-2 yaitu minimnya.kurang tersedianya pilihan jurusan.

Resiko-resiko diatas semestinya diantisipasi sekolah. Ketika duduk di kelas XI, di mana bakat-bakat anak telah mulai keluar, sekolah semestinya telah mulai mengakomodasi hal itu. Langkahnya dengan mengikutsertakan dalam pertandingan yang relevan. Capaian di beberapa pertandingan juga akan begitu bermanfaat, baik untuk yang punya niat terjun segera ke industri dan untuk yang punya niat meneruskan pendidikan. Baru waktu mereka di kelas XII, tuntunan dikerjakan dengan lebih intensif sekali lagi. Plus minus segera bekerja atau meneruskan pendidikan tersebut semua konsekwensinya mesti disosialisasikan secara detail.

Ego yang perlu bekerja jangan pernah jadi dalih untuk meremehkan anak-anak yang mempunyai potensi lebih. SMK tidaklah terminal anak yg tidak berkemampuan dalam soal akademik. Karna di dalamnya kadang-kadang diketemukan permata-permata yang mempunyai kekuatan serta tekad yang sangat sayang bila cuma jadi sebatas kuli.

0 komentar:

Posting Komentar